V.U.C.A (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity)

Ramadhan Memperkuat Ketahanan Keluarga dalam Situasi V.U.C.A (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity)

22/05/2025 | ribu nangin

Ramadhan Memperkuat Ketahanan Keluarga

dalam Situasi V.U.C.A (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity)

 

Oleh : Muhamad Nadratuzzaman Hosen

(Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta)

 

Khutbah Pertama

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Allahu Akbar 3x, La ilaha illallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.

 

Khutbah Pertama

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd.

 

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya yang telah kita terima. Kita juga mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabat beliau yang telah memberikan teladan bagi kita.

 

Pada hari yang penuh berkah ini, kita merayakan Iedul Fitri, momen yang menunjukkan kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang telah memberi kita banyak pelajaran berharga, baik secara spiritual maupun sosial.

 

Jamaah Iedul Fitri yang berbahagia,

Ramadhan bukan hanya mengajarkan kita tentang kesabaran dan ketekunan dalam beribadah, tetapi juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga keharmonisan keluarga. Sebab, keluarga adalah unit dasar yang pertama kali menjadi tempat pendidikan dan pembentukan karakter kita. Ramadhan memberikan peluang emas bagi kita untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga, mengasah empati, dan menumbuhkan rasa saling mendukung.

 

Allah swt. Berfirman pada surat At-Tahrim ayat 6

 

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

 

Bulan Ramadhan telah berlalu, dan kini kita berada di hari yang penuh berkah, Iedul Fitri. Ramadhan bulan yang tidak hanya memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT, tetapi juga memperkuat ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, atau yang sering kita kenal dengan istilah V.U.C.A (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity).

 

Perubahan terjadi begitu cepat, ketidakpastian mewarnai setiap langkah, permasalahan semakin kompleks, dan masa depan terasa begitu kabur.

 

Selain kondisi VUCA kita hidup bersama antar generasi termasuk generasi Z (Gen Z) dan Generasi Alpha. Bagi kita yang lahir tahun 40-an, 50-an, 60-an, dan 70-an, Alhamdulillah bertemu dengan generasi kelahiran 1981 sampai 1996 yang kita sebut generasi Milineal (44-29 tahun), generasi kelahiran 1997 sampai 2012 yang kita sebut generasi Z (13 – 28 tahun) dan generasi kelahiran 2013 sampai 2024 yang kita sebut generasi Alpha (1 – 12 tahun).

 

Hadirin dan Hadirat Jamaah Sholat Iedul Fitri yang dirahmati Allah

Generasi Z (Gen Z) dan Generasi Alpha (Gen Alpha) tumbuh di era digital yang penuh dengan perubahan sosial dan teknologi yang pesat. Sementara banyak dari perubahan ini membawa dampak positif dan ada pula aspek dari budaya dan gaya hidup kedua generasi ini yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang telah lama dianut oleh masyarakat. Khutbah hari ini akan membahas berbagai konflik antara budaya Gen Z dan Gen Alpha dengan norma tradisional, serta tantangan yang ditimbulkannya bagi pelestarian nilai-nilai agama dan budaya.

 

Marilah kita sama sama menyimak tentang perbedaan generasi yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

 

Individualisme vs. Budaya Kolektif

Banyak budaya tradisional, terutama di Asia dan Timur Tengah, menekankan nilai kebersamaan dan solidaritas keluarga. Namun, Gen Z dan Gen Alpha cenderung lebih individualistis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:

Pengaruh budaya Barat yang menekankan kebebasan pribadi.

Perubahan pola komunikasi digital yang mengurangi interaksi langsung dengan keluarga dan masyarakat.

Pergeseran dalam definisi sukses yang lebih berorientasi pada pencapaian pribadi daripada kontribusi kepada komunitas.

Dalam perspektif agama, individualisme yang berlebihan dapat menyebabkan lemahnya hubungan sosial dan kurangnya rasa tanggung jawab terhadap sesama, yang bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan kebersamaan dan tolong-menolong.

Krisis Identitas dan Norma Gender

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren perubahan norma gender di kalangan Gen Z dan Gen Alpha. Fenomena seperti fluiditas gender dan penolakan terhadap norma tradisional sering kali bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang menegaskan identitas gender yang jelas.

Faktor yang berkontribusi terhadap pergeseran ini meliputi:

Pengaruh media sosial dan aktivisme digital yang memperkenalkan konsep baru terkait identitas gender.

Kampanye global untuk kesetaraan gender dan hak LGBTQ+, yang sering kali bertentangan dengan pandangan agama tertentu.

Perubahan pola asuh, di mana orang tua dari Gen Alpha lebih terbuka terhadap keberagaman identitas anak mereka.

Dalam banyak ajaran agama, gender memiliki peran yang jelas dan tegas, sehingga perubahan ini menjadi sumber perdebatan antara generasi muda dan pemegang nilai-nilai tradisional.

Gaya Hidup Bebas dan Hedonisme

Gen Z dan Gen Alpha tumbuh dalam lingkungan yang mempromosikan kebebasan berekspresi, termasuk dalam hal:

Gaya hidup hedonistik, seperti konsumsi hiburan yang berlebihan dan perilaku konsumtif.

Normalisasi seks bebas yang bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan kesucian dalam hubungan.

 

Peningkatan penggunaan alkohol dan narkoba di beberapa komunitas, yang didorong oleh pengaruh selebritas dan tren global.

Banyak ajaran agama mengajarkan kesederhanaan, pengendalian diri, dan larangan terhadap perilaku yang dapat merusak moral. Gaya hidup bebas yang dipromosikan oleh budaya modern sering kali dianggap sebagai ancaman bagi moralitas generasi muda.

 

Pergeseran Nilai dalam Keluarga

Dalam budaya tradisional, keluarga dianggap sebagai unit utama dalam kehidupan sosial. Namun, Gen Z dan Gen Alpha cenderung memiliki pola pikir yang lebih independen dan sering kali:

Menunda pernikahan atau memilih tidak menikah sama sekali, yang bertentangan dengan norma agama yang menekankan pentingnya ikatan keluarga.

Memilih untuk tidak memiliki anak, yang dapat berdampak pada keberlangsungan generasi.

Mengadopsi gaya hidup yang lebih fleksibel tanpa keterikatan dengan norma keluarga.

Ajaran agama dan budaya sering kali menekankan pentingnya keluarga sebagai pondasi masyarakat. Perubahan pola pikir ini menimbulkan tantangan bagi pelestarian nilai-nilai keluarga dalam jangka panjang.

 

Krisis Keimanan dan Sekularisme

Teknologi dan akses terhadap informasi global telah mendorong banyak Gen Z dan Gen Alpha untuk:

Mempertanyakan nilai-nilai agama yang diwariskan dari orang tua mereka.

Mengadopsi pandangan sekuler atau agnostik, yang berlawanan dengan kepercayaan tradisional.

Meninggalkan praktik keagamaan, seperti beribadah secara rutin.

Fenomena ini terjadi akibat faktor-faktor berikut:

Eksposur terhadap ideologi yang lebih liberal melalui internet dan media sosial.

Kurangnya pendidikan agama yang menarik dan relevan bagi generasi muda.

Kesenjangan antara ajaran agama dengan realitas kehidupan modern.

Dalam banyak komunitas, penurunan keimanan di kalangan generasi muda menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan nilai-nilai religius di masa depan.

 

Konten Digital dan Normalisasi Nilai Asing

Gen Z dan Gen Alpha mengonsumsi sebagian besar konten mereka melalui media digital, seperti:

Netflix, YouTube, dan TikTok, yang sering kali mempromosikan nilai-nilai budaya Barat.

Video game dan metaverse, yang menciptakan realitas alternatif yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional.

Influencer dan selebriti global, yang gaya hidupnya tidak selalu sejalan dengan norma agama dan budaya lokal.

Normalisasi budaya asing dalam konten digital dapat menyebabkan:

Erosi budaya lokal, di mana generasi muda lebih mengenal budaya asing dibandingkan tradisi mereka sendiri.

Pergeseran moral, di mana perilaku yang dahulu dianggap tabu kini diterima sebagai sesuatu yang normal.

Menurunnya rasa hormat terhadap otoritas agama dan sosial akibat pengaruh figur publik non-religius.

Perubahan budaya yang terjadi di kalangan Gen Z dan Gen Alpha membawa tantangan besar bagi pelestarian nilai-nilai budaya dan agama. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjembatani kesenjangan ini meliputi:

Pendekatan pendidikan agama yang lebih relevan dan kontekstual agar lebih mudah dipahami oleh generasi muda.

 

Pemanfaatan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai positif dengan format yang menarik dan sesuai dengan tren digital.

Pemberdayaan keluarga dan komunitas untuk tetap menjadi pilar utama dalam membentuk karakter generasi muda.

Meskipun ada banyak tantangan, generasi muda tetap memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang positif jika mereka dibekali dengan pemahaman yang seimbang antara modernitas dan nilai-nilai luhur budaya serta agama. Disinilah peran Keluarga Muslim harus berupaya bersama-sama untuk dapat melakukan pendidikan keluarga dan pendidikan ke Islaman sejak dini. Dimana Ibu menjadi Guru pertama mengajarkan akhlaq dan orang tua yang berperan memperkenalkan dan mengajarkan Ilmu Agama dan menjadi Teladan dalam menerapkan Ibadah, Aqidah dan Syariah.

Ramadhan adalah salah satu media, waktu dan tempat untuk orang tua memperkenalkan Ibadah puasa, sholat, zakat, infaq dan shadaqah. Mengajarkan untuk berkumpul di Masjid sebagai media interaksi sosial, sebagai tempat bertemu berbagai generasi, sebagai tempat aktivitas Ibadah dan sebagai tempat mendapatkan pengetahuan Agama Islam melalui kultum dan ceramah Agama.

 

Hadirin dan hadirat jamaah Iedul Fitri yang dimuliakan Allah Swt

Pada hari yang mulia ini, khatib ingin juga mengajak kita semua untuk merenungkan pelajaran berharga dari bulan Ramadhan dalam menghadapi tantangan dunia modern yang sering disebut dengan istilah V.U.C.A, yaitu: Volatility (Ketidakstabilan), Uncertainty (Ketidakpastian), Complexity (Kerumitan), dan Ambiguity (Ketidakjelasan)

 

Volatility (Kehidupan yang Berubah-ubah atau ketidakstabilan)

 

Kehidupan kita saat ini penuh dengan perubahan yang cepat dan tidak menentu. Ramadhan mengajarkan kita untuk memiliki ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi segala perubahan. Dalam keluarga, puasa bersama-sama dapat mempererat hubungan dan membangun kebiasaan untuk saling mendukung di saat-saat sulit. Sifat Istiqamah dan sabar diajarkan diwaktu puasa Ramadhan yaitu menahan diri dari mulai waktu subuh sampai maghrib, sholat berjamaah dengan waktu tertentu dan teratur dan tetap berpuasa dalam keadaan sulit maupun masalah apa yang dihadapi kecuali sakit dan sebagai musafir.

 

Bayangkan dalam keadaan lapar dan haus kita harus terus menjalani kehidupan sehari hari dengan segala permasalahan yang dihadapi, kalau tidak karena Iman maka sangat sulit menempuh hidup selama bulan puasa Ramadhan karena masalah yang dihadapi tidak mengenal bulan Ramadhan. Masalah yang dihadapi kadang kala begitu cepat datang dan tidak terduga-duga serta –tanpa ada tanda-tanda masalah itu datang dalam kehidupan kita sehari -hari karena begitu tidak stabilnya dinamika kehidupan di masyarakat, dengan begitu kita dan keluarga sering menghadapi kerentanan sosial seperti penyakit sosial yaitu kejahatan dan penipuan.

 

Hadirin yang dirahmati Allah,

Volatility atau ketidakstabilan menggambarkan dunia yang selalu berubah. Kita menghadapi perubahan cepat dalam teknologi, ekonomi, sosial, bahkan nilai-nilai dalam kehidupan. Dalam keluarga, kita sering menghadapi situasi yang menguji stabilitas, baik itu perubahan kondisi finansial, konflik internal, atau pengaruh lingkungan.

Ramadhan melatih kita untuk bersabar dan tegar menghadapi dinamika ini. Puasa mengajarkan kita bagaimana menahan diri, mengendalikan emosi, dan tetap fokus pada tujuan, meskipun dalam keadaan sulit. Allah SWT berfirman:

“Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)

Kesabaran dalam keluarga menjadi kunci menghadapi ketidakstabilan. Dengan kesabaran, keluarga dapat menjaga keharmonisan dan mengambil keputusan yang bijak di tengah perubahan yang cepat.

 

Uncertainty (Ketidakpastian): Tawakal sebagai Landasan Ketahanan

Di dunia yang penuh dengan ketidakpastian, kita sering kali merasa cemas dan khawatir akan masa depan. Melalui puasa dan ibadah di bulan Ramadhan, kita belajar untuk mempercayakan segala urusan kepada Allah SWT. Dalam keluarga, keyakinan ini dapat diterapkan dengan saling memberikan dukungan moral dan spiritual satu sama lain.

 

Hadirin yang berbahagia,

Ketidakpastian adalah hal yang tidak terelakkan dalam hidup. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok, entah itu peluang atau ujian. Namun, Ramadhan mengajarkan kita untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah SWT dengan bertawakal.

Allah SWT berfirman:

“…Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, maka Dia akan mencukupkan keperluannya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

 

Dalam keluarga, tawakal menjadi dasar untuk tetap optimis dan tidak mudah goyah oleh ketidakpastian. Sebagai contoh, ketika menghadapi persoalan ekonomi atau masa depan anak-anak, kita diajarkan untuk terus berusaha dengan sungguh-sungguh dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Complexity (Kerumitan): Dialog dan Komunikasi Yang Effektif dan Baik

Hidup di era modern ini semakin kompleks dengan berbagai permasalahan yang kita hadapi. Ramadhan mengajarkan kita untuk menghadapi segala kerumitan dengan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas. Dalam keluarga, dialog dan komunikasi yang baik adalah kunci untuk menyelesaikan berbagai masalah.

 

Puasa mengajarkan kita untuk melihat masyarakat yang sederhana yaitu masyarakat fakir miskin yang selalu membutuhkan uluran tangan dari para dermawan dan muzaki. Mereka sering menghadapi hidup yang serba kekurangan, masalah yang dihadapi fakir miskin sederhana tapi rumit bagi pemerintah untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Oleh karena itu, di bulan Ramadhan kita diajarkan untuk banyak bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah dan hikmah dari Puasa Ramadhan ini kita menjadi qanaah (hati kita lapang tanpa kerumitan dalam hidup ini).

Ambiguity (Ketidakjelasan): Al-Qur’an Sebagai Pedoman

 

Di tengah situasi yang ambigu, di mana kita sulit membedakan mana yang benar dan salah, Al-Qur’an menjadi pedoman utama karena itulah Al Quran disebut juga Al Furqan karena kandungan Al Quran membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil.

Ramadhan mengajarkan kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Qur’an, dengan memperbanyak tilawah, tadabbur, dan pengamalan nilai-nilainya.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”

(QS. Al-Isra: 9)

 

Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, keluarga Muslim dapat tetap berada di jalan yang benar meskipun dihadapkan pada situasi yang membingungkan, dimana Al Quran mengingatkan Ya Ayyuhalladzina Amanu Ku Anfusakum Wa Ahlikum Naro (surat At-Tahrim ayat 6). Yang artinya Wahai orang-orang beriman ! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

 

Hadirin sekalian,

Ketidakjelasan sering kali membawa kebingungan dalam mengambil keputusan. Ibadah di bulan Ramadhan, seperti membaca Al-Qur’an dan berdzikir, membantu kita menemukan ketenangan dan petunjuk dalam menghadapi ketidakjelasan. Dalam keluarga, nilai-nilai kebersamaan dan kebijaksanaan yang diajarkan selama Ramadhan dapat menjadi pedoman dalam menghadapi situasi yang tidak jelas. Hal ini ditegaskan oleh Al Quran pada surat Al Baqarah.

 

Surat Al Baqarah ayat 185 menerangkan bahwa Al Quran diturunkan pada bulan Ramadhan sebagai petunjuk ummat manusia untuk memisahkan jalan yang sesat dan batil dengan petunjuk jalan yang benar dan yang hak.

 

Dalam situasi seperti ini, keluarga menjadi benteng terakhir yang harus kita perkuat. Keluarga adalah madrasah pertama dan utama bagi setiap individu. Di sanalah kita belajar tentang nilai-nilai kehidupan, karakter, dan kasih sayang.

 

Bulan Ramadhan yang baru saja kita lalui sejatinya adalah sekolah kehidupan yang sangat efektif. Melalui ibadah puasa, kita dilatih untuk bersabar, menahan hawa nafsu, dan mengendalikan diri. Dengan memperbanyak ibadah, kita semakin dekat dengan Allah SWT dan mendapatkan ketenangan hati. Melalui zakat fitrah dan zakat mal, kita dilatih untuk berbagi dan peduli terhadap sesama.

 

Dalam Surat At Taubah ayat 103 diterangkan bahwa mereka yang berzakat atas hartanya untuk membersihkan dan menyucikan mereka dari dosa-dosa mereka sehingga mereka mendapatkan ketenangan batin dan jiwa karena mereka mendapat rahmat dari Allah Swt.

 

Jamaah yang dirahmati Allah,

 

Sebagai keluarga, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang bisa datang kapan saja, seperti masalah ekonomi, kesehatan, pendidikan, serta tantangan sosial yang terus berkembang. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk membangun ketahanan keluarga yang kuat, salah satunya dengan memanfaatkan pelajaran yang kita peroleh di bulan Ramadhan.

 

Pertama, Ramadhan mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi ketidakpastian. Dalam menghadapi masalah atau krisis, kita diajarkan untuk tidak mudah putus asa dan selalu bersandar pada Allah. Keluarga yang kuat adalah keluarga yang mampu bersama-sama mengatasi ujian hidup, saling memberi dukungan, dan tidak mudah terombang-ambing oleh masalah yang datang.

 

Kedua, Ramadhan mengajarkan kita untuk berkomunikasi dengan baik. Salah satu kunci dalam menghadapi kompleksitas hidup adalah komunikasi yang jelas dan terbuka. Dalam keluarga, komunikasi yang baik akan memperkuat ikatan antar anggota keluarga dan memungkinkan kita untuk saling memahami dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan hidup.

 

Ketiga, Ramadhan mengajarkan kita untuk menumbuhkan rasa empati. Di tengah ketidakpastian dan perubahan yang cepat, sering kali kita lupa untuk peduli terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. Ramadhan mengingatkan kita untuk berbagi dan membantu sesama, terutama anggota keluarga kita. Keluarga yang saling peduli dan berbagi akan lebih mampu menghadapi tantangan bersama.

 

Keempat, Ramadhan mengajarkan kita untuk hidup dengan lebih sederhana dan bersyukur. Ketika kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan hidup dengan kesederhanaan, kita menjadi lebih siap menghadapi perubahan dan tantangan. Keluarga yang hidup dalam kesederhanaan akan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan zaman yang penuh dengan ketidakpastian.

Hadirin yang dirahmati Allah,

 

Hari ini, kita merayakan kemenangan setelah menjalani bulan Ramadhan. Namun, kemenangan sejati bukan hanya terletak pada berakhirnya puasa, tetapi pada sejauh mana kita dapat menerapkan nilai-nilai yang telah kita pelajari selama Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membangun ketahanan keluarga yang dapat menghadapi dunia yang penuh dengan V.U.C.A.

 

Marilah kita bertekad untuk terus memperkuat keluarga kita dengan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Ramadhan, agar kita mampu menghadapi segala tantangan kehidupan dengan penuh kesabaran, kebijaksanaan, dan kebersamaan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberkahi kita, keluarga kita, dan seluruh umat Islam di dunia ini.

 

Penutupan Khutbah Pertama

Bahasa Arab:

 

 

Khutbah Kedua

 

 

Khutbah Kedua

 

Hadirin Jamaah yang Dirahmati Allah,

 

Kita kembali mengingat bahwa setiap ujian dalam hidup, baik yang datang dalam bentuk ketidakpastian (Uncertainty), perubahan yang cepat (Volatility), masalah yang kompleks (Complexity), maupun situasi yang ambigu (Ambiguity), adalah bagian dari ujian yang Allah berikan untuk menguatkan kita. Dalam menghadapi semua ini, kita memerlukan fondasi yang kokoh, dan fondasi itu adalah ketahanan keluarga yang dilandasi dengan iman, kesabaran, dan kebersamaan.

Beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk memperkuat ketahanan keluarga pasca-Ramadhan adalah:

Melanjutkan kebiasaan ibadah bersama seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir.

 

Mengasah komunikasi dalam keluarga, dengan menjadikan musyawarah sebagai budaya.

Menjaga semangat sabar dan tawakal, terutama saat menghadapi ujian hidup.

Mengajarkan nilai-nilai agama kepada anak-anak, agar mereka tumbuh menjadi generasi yang tangguh secara spiritual dan intelektual

 

Semoga dengan keberkahan bulan Ramadhan ini, kita semakin memperkuat hubungan kita dengan keluarga, meningkatkan kualitas komunikasi, serta saling memberikan dukungan dalam menghadapi tantangan hidup. Mari kita jaga agar keluarga kita tetap menjadi tempat yang penuh kasih sayang, penuh kehangatan, dan penuh dengan rasa syukur kepada Allah.

 

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, mari kita berdoa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ketabahan kepada kita dan keluarga kita dalam menghadapi segala ujian hidup. Semoga dengan bekal ilmu dan ibadah yang kita peroleh selama Ramadhan, kita mampu menjadi keluarga yang lebih tangguh, penuh kasih, dan siap menghadapi dunia yang penuh dengan V.U.C.A.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

 

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita bagian dari hamba-hamba-Nya yang mendapatkan kemenangan sejati

KABUPATEN KARO

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12